8 Tradisi Islam di Nusantara
Sebelum kehadiran Islam di Nusantara, masyarakat sudah mengenal berbagai kepercayaan serta memiliki beragam tradisi atau adat istiadat yang dilakukan secara turun temurun. Namun seiring kehadiran Islam di Nusantara, kepercayaan dan tradisi tersebut mulai dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam sehingga tercipta beberapa tradisi yang bersifat religi atau keislaman di Nusantara. Hal tersebut digunakan sebagai metode dakwah oleh para ulama zaman dahulu dengan tidak menghilangkan sebagian tradisi yang telah ada di masyarakat. Para ulama zaman dahulu tentu sudah mempertimbangkan beberapa tradisi islam dari berbagai daerah tersebut dengan sebaik-baiknya, baik dari segi mudarat, mafsadat maupun halal-haramnya.
Nah, kita sebagai generasi muda Islam tentu sudah seharusnya mengetahui berbagai tradisi yang bersifat keislaman sekaligus mampu merawat dan melestarikan sebagai bentuk apresiasi terhadap hasil karya para ulama terdahulu. Berikut beberapa tradisi islam di Nusantara yang berkembang hingga saat ini dengan mencerminkan kekhasan daerah masing-masing.
8 Tradisi Islam di Nusantara
1. Halalbihalal
Istilah halalbihalal berasal dari bahasa Arab, yakni ‘halla’ atau halal, tetapi tradisi ini merupakan tradisi islam khas Nusantara yang lahir dari proses sejarah para ulama. Tradisi ini dilakukan pada bulan Syawal atau Hari Raya Idul Fitri, yang dilakukan dengan saling berjabat tangan dalam rangka menjalin tali silaturahim sekaligus saling memaafkan dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan terhadap sesama manusia. Tradisi ini tercipta dari kesadaran batin para ulama Islam terdahulu untuk membangun hubungan harmonis antar umat. Dalam acara ini, para tokoh agama, pemerintah, dan masyarakat akan berkumpul untuk saling berinteraksi dan bertukar informasi. Dengan demikian, adanya perkumpulan tersebut akan mempererat hubungan kekeluargaan serta dapat menyelesaikan berbagai masalah yang ada.
2. Tabot atau Tabuik
Tabot atau Tabuik merupakan upacara tradisional yang berasal dari daerah Bengkulu. Tradisi ini biasanya dilaksanakan setiap tahun mulai dari 1 sampai 10 Muharram dalam rangka mengenang kisah kepahlawanan sekaligus kematian Hasan dan Husein bin Ali bin Abi Thalib (kedua cucu Rasulullah SAW) yang gugur dalam peperangan di Karbala, Irak pada 10 Muharram 61 Hijriah (681 Masehi). Tradisi ini dilaksanakan pertama kali pada tahun 1685 oleh Syeikh Burhanuddin yang menikah dengan wanita asal Bengkulu, yang keturunannya disebut keluarga Tabot.
3. Sekaten Surakarta
Sekaten merupakan tradisi yang dilaksanakan dilaksanakan setiap tahun di Keraton Surakarta, Jawa Tengah dan Keraton Yogyakarta. Tradisi yang lazim dikenal dengan peringatan Maulud Nabi ini, oleh para wali disebut Sekaten, yang berasal dari kata ‘Syahadatain’ yang berarti dua kalimat Syahadat. Tradisi ini menyuguhkan gamelan pusaka dari peninggalan dinasti Majapahit yang telah dibawa ke Demak. Tradisi ini dilestarikan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW sekaligus untuk mengenang jasa para Walisongo yang telah berhasil menyebarkan ajaran-ajaran Islam di tanah Jawa.
4. Grebeg
Grebeg merupakan salah satu tradisi yang dilakukan di Keraton Yogyakarta. Tradisi ini untuk pertama kalinya diselenggarakan oleh Sultan Hamengkubuwono ke-1. Biasanya, tradisi ini diadakan setiap 3 tahun sekali, yang meliputi: grebeg pertama, diselenggarakan pada 1 Syawal atau Hari Raya Idul Fitri, kemudian Grebeg besar dilaksanakan setiap 10 Dzulhijjah atau Hari Raya Idul Adha, dan Grebeg Maulud pada 12 Rabiul Awal dalam rangka memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
5. Grebeg Besar Demak
Grebeg Besar merupakan salah satu upacara tradisional yang diadakan setiap tahun pada 10 Dzulhijjah bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Pada awalnya Grebeg Besar dilakukan tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1428 Caka untuk memperingati genap 40 hari peresmian Masjid Agung Demak. Jadi, tujuan semula tradisi ini adalah untuk merayakan Hari Raya Kurban dan memperingati peresmian Masjid Demak.
6. Kerobok Maulid di Kutai
Krobok Maulid merupakan salah satu upacara yang berasal dari Kedaton Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Biasanya, tradisi ini dipusatkan di halaman Masjid Jami' Hasanuddin dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad pada tiap 12 Rabiulawwal. Tradisi ini diawali dengan pembacaan zikir barzanji, dilanjutkan dengan persembahan dari Keraton Sultan Kutai beserta prajurit Kesultanan dengan membawa usung-usungan yang berisi kue tradisional, bunga rampai dan astagona. Usung-usungan tersebut kemudian dibawa berkeliling antara Keraton dan Kedaton Sultan, lalu berakhir di Masjid Jami’ Hasanuddin.
Kembalinya prajurit keraton dengan membawa Sinto, Astagona, serta kue-kue di Masjid Hasanudin tersebut akan disambut dengan pembacaan Asrakal, lalu membagi-bagikannya kepada warga yang ada di sana. Setelah itu, akhir dari tradisi ini ditandai dengan penyampaian hikmah maulid oleh seorang ulama.
7. Rabu Kasan
Rabu Kasan merupakaan salah satu tradisi yang sering dilaksanakan setiap tahun, tepatnya pada hari rabu terakhir pada bulan Safar di Desa Air Anyer, Kecamatan Merawang, Bangka Belitung. Dalam tradisi ini, warga perlu menyiapkan ketupat, air, dan makanan untuk dimakan bersama. Tradisi ini tidak hanya dilakukan di Bangka Belitung saja, melainkan juga di daerah lain, seperti di Bogor, Jawa Barat dan Gresik, Jawa Timur. Pada umunya, tradisi ini memiliki tujuan yang sama, yakni memohon perlindungan kepada Allah Swt agar dijauhkan dari bala’ (musibah).
8. Dugderan Semarang
Dugderan merupakan salah satu tradisi menyambut datangnya bulan puasa yang diselenggarakan oleh masyarakat Semarang, Jawa Tengah untuk memeriahkan masuknya bulan Ramadan. Tradisi ini sudah ada sejak zaman kolonial Belanda, yang dilakukan dengan memukul bedug maupun membuat bunyi-bunyian, seperti membakar mercon menjelang waktu salat magrib. Biasanya, tradisi ini diawali dengan pemberangkatan peserta karnaval dari Balaikota Semarang.
Posting Komentar untuk "8 Tradisi Islam di Nusantara"